MERAH-PUTIHKAN MUI!

RILIS Jaringan Islam Antidiskriminasi terkait penangkapan elit Majelis Ulama Indonesia (MUI) dengan dugaan terlibat terorisme


JIAD tidak cukup kaget dengan penangkapan beberapa petinggi Majelis Ulama Indonesis (MUI) pusat terkait dugaan keterlibatannya dengan terorisme.

Hal ini didasarkan pada kecenderungan MUI, selama ini, yang terlihat tidak progresif mendukung empat pilar kebangsaan. Alih-alih, organisasi ini justru mencitrakan dirinya sedemikian kuat sebagai penjaga konservatifme Islam.

Konservatifme Islam sendiri, kita tahu, tidaklah sehat. Ia sangat terobsesi menyeret Indonesia sebagai negara islam dalam bingkai Pancasila. 

Pancasila --yang awalnya dimaksudkan sebagai landasan bersama (kalimatun sawa) semua agama/kepercayaan untuk keharmonisan, oleh kelompok di MUI-- telah ditelikung untuk menghalalkan tegaknya formalisasi Islam di Indonesia.

Penelikungan ini sangatlah berbahaya jika tidak diantisipasi dan direspon sesegera mungkin. Sebab, secara politik, keberadaan MUI dalam memengaruhi model keislaman di Indonesia masih sangat strategis. 

JIAD sangat mengapresiasi kerja-kerja Densus 88 yang bekerja cukup serius "mejaga," MUI dari anasir-anasir terorisme dan radikalisme berbasis Islam. 

Sungguhpun demikian, JIAD mendesak aparat keamanan tetap bekerja profesional, transparan, dan akuntabel dalam kasus ini, berpatokan pada hukum dan aturan yang berlaku.

Penangkapan ini, menurut JIAD, tidak bisa dikatakan sebagai upaya politik rezim Jokowi merepresi Islam maupun ulama. Tudingan seperti itu tidaklah pas dan cenderung emosional.. Sebaliknya, implementasi keislaman butuh kontrol semua pihak agar tetap dalam relnya; rahmatan lil 'alamin.

Bagi JIAD, Islam tidak sama dengan "politik Islam," maupun "kelompok Islam," Ada banyak kelompok Islam Merah-Putih yang cukup serius berseberangan dengan kelompok yang ditangkap Densus 88. 

Namun demikian, sayangnya, kelompok "Merah-Putih," di MUI terasa tidak berkutik, kikuk, dan keok hadapan kelompok radikal di sana.  Padahal di sana terdapat NU yang dikenal sebagai tulang punggung Islam moderat. 

Kekikukan seperti ini, menurut JIAD, tidak bisa lagi ditolerir mengingat hal tersebut justru akan merobohkan MUI sebagai salah satu pilar penjaga Pancasila di tubuh kelompok Islam. 

Oleh karena itu, kelompok Merah-Putih di MUI, bersama dengan pemerintah, perlu melakukan seleksi ketat terkait siapa yang bisa duduk di kepengurusan MUI. Tidak asal terima. 

Untuk keperluan ini, JIAD mendorong MUI Merah-Putih berani melakukan otokritik dan bahkan, kalau perlu, melakukan reassessement bagi seluruh pengurus MUI --untuk mengetahui mana yang bersetia pada Pancasila dan mana yang lamis.

Dengan demikian JIAD tidak setuju dengan gagasan dan pemikiran pembubaran MUI. Karena, hal tersebut bertabrakan dengan semangat demokrasi. 

Sebagai institusi sipil, peran MUI sama dengan peran organisasi sipil lainnya. Malfungsi MUI hanya bisa diperbaiki dengan cara melakukan pembenahan orang-orang yang ada di dalamnya.

Reviitalisasi MUI menjadi lebih Merah-Putih merupakan jawaban yang perlu direalisasikan. Semua komponen, termasuk Densus 88, wajib mendorong realisasi tersebut.

Seandainya MUI menolak berbenah,  pemerintah bisa menghentikan dukungan kepada lembaga ini, sampai ia benar-benar merah-putih. 

Oleh karena, untuk apa mendukung institusi yang malah justru menggangsir eksistensi Merah-Putih? 


Jombang, 17 November 2021


Aan Anshori
Kordinator
aan.anshori@gmail.com
089671597374
IG @gantengpolnotok
Twitter @aananshori

https://kempalan.com/2021/11/17/merah-putihkan-mui/

No comments:

Post a Comment

Featured Post

EMPAT TIPE IDEAL PERKAWINAN BEDA AGAMA (PBA); KAMU ADA DI MANA?

Surat Edaran Mahkamah Agung No. 2 Tahun 2023 semakin menyulitkan mereka yang ingin PBA tanpa mengubah kolom agama di KTP. SEMA a quo secara ...

Iklan

Tulisan Terpopuler