Bagaimana MSAT Akhirnya Menyerahkan Diri?


Hingga Jumat sore, 8/7, aku belum menemukan satu liputan yang menggambarkan bagaimana Moh. Subchi A Tsani (MSAT) menyerahkan diri. 

Apa yang membuat pria ia memilih menyerah? Apakah karena pemadaman lampu? Dijebak? Atau jangan-jangan ia dikhianati anak buahnya sendiri?

***
Setelah dikepung selama lebih kurang 15 jam oleh seribu lebih gabungan polisi Polda Jawa Timur dan Polres Jombang, akhirnya MSAT menyerahkan diri sekitar pukul 23.00, Kamis (7/7). 

Hal ini diketahui setelah Kapolda Nico melakukan jumpa pers di depan gerbang pesantren, mengabarkan MSAT telah menyerahkan diri. 

Sayangnya, sosok MSAT tidak diperlihatkan ke publik pada saat itu. Kabarnya, ia langsung dibawa menuju Polda Jawa Timur. Tidak seberapa lama, terlihat mobil sedan mewah hitam keluar dari gerbang pondok. 

"Siapa itu, mas?" tanyaku pada si Hitam
"Itu pak yai dan bu nyai Sof, menyusul MSAT ke Polda," ujarnya, di salah satu warung makan belakang Pabrik Gula Jombang Baru, Jumat (8/7) pukul 19.30.

Si Hitam adalah nama polisi yang menjadi pelindungku saat aku ikut penggerebekan di pesantren Ploso, Kamis (7/7). Saat banyak polisi mencurigai keberadaanku dalam penggerebekan tersebut, ia selalu bilang; intel. Semuanya diam. 

Tak terhitung berapa kali aku dicurigai aparat. Sangat mungkin karena wajah dan tubuhku terlalu imut untuk ukuran polisi.

Aku tak pernah tahu posisi si Hitam di Polda. Namun sepanjang yang aku bisa saksikan dalam penggerebekan, ia memiliki posisi yang cukup sentral. 

HPnya tidak pernah berhenti digunakan. Baik untuk menelpon atau menerima telpon. Terutama untuk menemukan lokasi persembunyian MSAT. Puluhan anggota Brimob serta Reskrim juga mengikuti arahannya. 

Aku melihat sendiri ia dipanggil dan diberi arahan oleh Pak Totok, Direktur Ditreskrimum Polda Jatim pada saat melakukan negoisasi dengan keluarga Yai Tar. Yang keluar dari mulutnya hanya kata-kata, "Siap, ndan. Nggih, ndan" 

Menurut sumberku di Polres Jombang, sangat mungkin si Hitam  berkantor Kamneg (Keamanan Negara). "Kalau urusan teroris, dia yang turun, gus," ujarnya di sebuah kedai kopi daerah Sengon, Sabtu (9/7).

Saat bertemu si Hitam sehari pascapenggerebekan, aku langsung bertanya padanya bagaimana proses MSAT menyerah. 

"Apakah karena lampu dimatikan, mas?" tanyaku. Faktor pemadaman lampu di areal pesantren sempat mencuat sebagai salah satu penyebabnya. Hipotesisnya, lampu dimatikan, MSAT tidak kuat lalu menyerahkan diri. 

Hipotesis ini ditepis oleh sumberku di Polres Jombang tadi, Menurutnya, lampu memang semoat dipadamkan namun tak seberapa lama dihidupkan kembali. Lampu mati, menurutnya, justru membuat suasana pesantren akan gelap gulita dan memudahkan MSAT keluar dari pesantren tanpa diketahui.

"Ia bersembunyi di mana sih, mas?" tanyaku pada si Hitam, "Hampir semua lokasi sudah kita susuri lho. Apakah benar ia sembunyi di bunker?" 

Aku menyerocosinya dengan aneka pertanyaan. Aku benar-benar kepo pada saat itu.

"Kami bernegoisasi alot dengan keluarga. Jika MSAT tidak diserahkan maka siapapun yang menghalanginya akan dibawa ke Polda karena menghalang-halangi penegakan hukum, termasuk pak yai dan bu nyai," ujar si Hitam.

Kabarnya, gertakan ini cukup ampuh menyiutkan nyali, terutamasang ibu. 

Tak seberapa lama keluarga akhirnya bersedia menyerahkan MSAT dengan syarat; harus menghadirkan seorang perwira menengah polisi. Keluarga mempercayai perwira tersebut.

"Lho kok gitu, mas?" tanyaku.
"Entahlah, aku yo kaget kok," ujar si Hitam tersenyum kecut.
"Dia ada dalam tim penggerebekan?"
"Tidak,"
"Looh.. Tapi dia dinas di Jawa Timur?" tanyaku memburu
"Iya,"
"Terus?"
"Ya akhirnya ia diperintahkan untuk ke Jombang malam itu juga,"
"Dari?"
"Surabaya,"
"Namanya, mas?" aku sudah tak sabar.
"*&*&**(*(*((" ujar si Hitam.

Aku kemudian menggogling namanya. Rupanya dia pernah berdinas di Polres Jombang. 

Entah punya kesaktian apa perwira menengah tersebut sehingga Yai Tar mempercayainya dalam proses penyerahan diri anaknya. 

"Embuh, mas, aku juga ndak tahu," ujar si Hitam menghisap rokoknya dalam-dalam.

"Sebentar, mas," tanyaku, "Jadi selama proses penggerebekan dan pengepungan pondok, MSAT sembunyi di mana?"

"Di rumah adik ibunya, sekitar satu kilo dari pondok," ujarnya.

Menurutnya, sangat mungkin MSAT masih di dalam pondok saat penggerebekan. Ia menyelinap keluar pondok sekitar jam 9 pagi. Sebagai catatan, pasukan brimob membuka paksa gerbang pondok sekitar jam 7.45. Aku bersama mereka.

"Kok bisa ya, mas? Bukannya polisi sudah mengepung rapat lokasi tersebut?" ujarku tidak terima.

"Lha ya itu mas, aku juga heran," ujar si Hitam meringis. Ia menyiratkan ada kemungkinan faktor mistis dalam lolosnya MSAT. 

"Tapi dari mana sampeyan tahu ia masih di pondok hingga jam 9 pagi?" tanyaku tetap dengan intonasi tidak terima.

Menurutnya ada jejak-jejak di kamar MSAT yang mengindikasikan dia masih di sana pada saat itu.

"Oh ya, mas, nemu laptop milik MSAT nggak?" tanyaku to the point.
"Sudah kami amankan," ujarnya tertawa.
"Woww keren! Isinya?"
"Horor" ujarnya tertawa.
"Termasuk rekaman adegan ritual esek-esek MSAT, mas?" tanyaku super kepo.

Si Hitam hanya tersenyum dan mengedipkan mata kirinya, seperti ingin mengatakan; ada deeehhh.

Asyemm.

Featured Post

MENULIS SEPERTI BERAK!

Aku lupa siapa yang mempopulerkan jargon di atas. Jika tidak salah, itu omongan Abdullah Idrus, salah satu penulis idola Pramoedya Ananta T...

Iklan

Tulisan Terpopuler