ABDUL RAZAK YANG PENDETA

Aku punya banyak kawan pendeta yang dulunya muslim dan muslimah. Namun yang memiliki nama sangat Islami, aku belum punya, hingga aku bertemu lelaki ini. 

"Hah?! Serius itu nama abang?" kataku tak percaya.
"Iya, gus," ujarnya pendek sembari senyum nyengir.

Aku masih sulit percaya. 
Dengan perasaan tak enak aku memintanya mengeluarkan KTP. 
"Ini, silahkan baca sendiri," katanya pendek. Tetap dengan tersenyum.

Tertulis, "Pdt. Abdul Razak" Nama sangat Islami untuk seorang pendeta yang pernah aku jumpai. 

Aku dan bang Razak sama-sama mengikuti konferensi PGI-PKN, 14-18 April 2023. Dia peserta. Aku masuk tim kerja --langsung dibawah SC mengkordinasi 30an sinode.

Saat sama-sama ke bandara, kami satu mobil. Jadilah kami ngobrol agak panjang. 

Bang Razak adalah pendeta di GKSS -- Gereja Kristen di Sulawesi Selatan. Jabatannya di sinode GKSS sangat mentereng. Sekretaris Umum. Kalau di PBNU, setara Gus Ipul.

"Wilayah kerja kami dari pulau Selayar hingga Mamuju," ujarnya menjelaskan.
"Jauhkah itu, bang?" tanyaku bodoh. Aku pernah dengar Selayar dan Mamuju. Tapi, tidak tahu di mana persisnya. Aku pun membuka google map untuk mengeceknya. 

Aku merasa, nama Abdul Razak, menunjukkan ia datang dari keluarga Muslim yang taat. Aku menjadi sangat kepo dengan kisah hidupnya.

"99,99% keluarga saya Muslim," ujarnya.

Ia mengaku mengenal kekristenan saat lulus dari SMP. Saat itu, ia diasuh oleh salah satu pendeta di sana. Jadilah ia kemudian bersekolah teologi. 

"Tak berminat ganti nama, bang" tanyaku menggoda.
"Enggak. Saya sudah merasa nyaman dengan nama ini," ujarnya polos.

Aku membayangkan pastilah banyak orang, baik Islam maupun Kristen, yang mungkin tidak nyaman dengan nama ini. Bang Razak mengkonfirmasinya.

Menurutnya, tak terhitung berapa kali ia diminta ganti nama, terutama oleh oknum birokrasi. 
"Tahu alasan mereka ngomong kek gitu, bang?" tanyaku. 
Ia menggeleng sembari berkata lirih, "Mungkin mereka merasa tidak enak ada nama Abdur Razak bergelar pendeta,"

Aku senang bertemu bang Razak. Cerita hidupnya melengkapi pengetahuanku tentang perjalanan spiritual manusia. Seminggu lalu aku bertemu dua romo gereja ortodoks. Keduanya juga pernah Muslim. Bahkan salah satunya sempat "nyantri," di Abah Yat Mojokerto. Ada nama besar lainnya, Radin "Sadrach" Abbas yang kabarnya pernah di Tebuireng.

Dengan Bang Razak, aku merasa dekat. Ia berkali-kali menawariku untuk singgah di kantor sinodenya, di Makassar. Ketulusannya langsung aku sambut gembira. 

"Aku pasti akan mampir dan menginap di kantor abang," sambutku.

Kami kemudian bergegas ke gate yang akan membawa kami ke Soekarno-Hatta dari Kualanamu. Setibanya di Cengkareng, kami berpisah.(*)


No comments:

Post a Comment

Featured Post

EMPAT TIPE IDEAL PERKAWINAN BEDA AGAMA (PBA); KAMU ADA DI MANA?

Surat Edaran Mahkamah Agung No. 2 Tahun 2023 semakin menyulitkan mereka yang ingin PBA tanpa mengubah kolom agama di KTP. SEMA a quo secara ...

Iklan

Tulisan Terpopuler