Pages

Friday, July 25, 2025

Katekisasi Komplit dan Tauhid Bhinneka Tunggal Ika



Katekisasi di GKI Manyar, Jumat (11/7/2025), bisa dikatakan komplit. Selain peserta internal GKI setempat, Yang datang ada dari Islam, Kristen Ortodoks, juga perempuan muda Kristen yang dulunya muslimah.

**
Saat acara berjalan 20 menitan, pintu ruang katekisasi di lantai 4 GKI Manyar terbuka sedikit dan pelan. Lalu nongol kepala berjilbab. Celingukan memandangi ruangan, seakan ingin mengkonfirmasi ia tidak salah acara.

"Ayo masuk-masuk.." teriakku di depan menghentikan sementara presentasiku.

Dua orang perempuan muda berjilbab langsung masuk ruangan. Aku tunjukkan kursi yang masih kosong. Sayangnya cuma ada 1.

Salah satu peserta katekisasi berbaik hati, memberikan tempat duduknya. Gery nelwan, sang moderator, keluar ruangan untuk mengambil kursi ekstra, 

Dua perempuan itu bernama Fahwa dan Linda. Keduanya mahasiswi Prodi Studi Agama-Agama Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya. 

"Kamu langsung datang atau konfirmasi dulu ke Pdt. Christo?" tanyaku.
"Langsung ke sini, pa,"
"Tahu acara ini dari mana?"
"IGnya Bapak," kata Fahma tertawa girang.

Selain keduanya, ada lagi temanku yang hadir, Tjoeppy dan istrinya. Keduanya jemaat gereja Orthodoks. 

Juga ada perempuan muda, sebut saja Mawar, yang memperkenalkan diri dari gereja lain. 

"Saya dulu muslimah, Gus. Sekarang Kristen. Sudah empat tahun. Hingga saat ini belum berani memberitahu keluarga terkait kepindahan ini. Menunggu momentum," katanya sembari meringis.

Selain mengucapkan "I am happy for you," kepadanya, aku juga meminta ia lebih bersabar dan memperkuat diri bilamana merasa perlu memberitahukan kabar baik seputar agama barunya pada orang tuanya. 

Di sebagian lingkungan Islam-Jawa, berpindah agama --apalagi dari Islam menuju non-Islam -- bukanlah urusan mudah. Tak semata urusan personal namun acapkali menggelembung menjadi urusan domestik bahkan komunal.


Hampir semua orang Islam Indonesia, secara teologis dan kristologis, dirawat dan dibesarkan, minimal, dalam tradisi Asy'ariah   dan Ibn Taimiyyah. Meskipun akan cukup banyak dari mereka tidak kenal 2 dewa tersebut, namun tanpa sadar mereka memamah ajaran-ajaran teologis maupun kristologis keduanya.

Keduanya berpandangan l; satu-satunya cara mengenal tuhan yang satu (bertauhid) adalah melalui upaya menyucikanNya dari hal-hal yang bisa mengotori kebesaranNya. Dengan demikian, Tuhan terlarang untuk dinarasikan maupun digambarkan serupa dengan manusia atau apapun --apalagi dimanifestasikan dalam manusia yang tersalib. 

Kedua dewa ini juga benar-benar mewanti-wanti super pentingnya menjaga kemurniaan keesaan Tuhan --dalam kerangka Dia bahkan terlarang untuk dimanifestasikan dalam kebendaan. Itu sebabnya, mendatangi aneka patung, kuburan orang suci, mengeramatkan cincin, kalung atau keris, akan dianggap menduakan tuhan. 


Tuhan juga tidak bisa diserupakan dengan apapun. Ke-satu-annya terlarang untuk "dibagi" atau terlihat seperti "pembagian,"
Pendek kata, ketauhidan bagi kedua dewa ini adalah satu Tuhan yang benar-benar-benar utuh. Titik. Tidak boleh ada pandangan maupun penjelasan yang berpotensi mengganggu ke-satu-an tersebut. 

Tuhan tidak boleh seenaknya dirasionalkan karena akan dianggap mengotori keilahiannya. Lebih jauh, keduanya membakukan cara pandang ini sebagai satu-satunya yang benar. Tidak boleh ada tafsir lain monoteisme. Tafsir lain akan dilabeli menyimpang, sesat dan menyekutukan Tuhan. Di titik ini, aroma fanatismenya sedemikian menyengat.

Maka kita dengan mudah bisa ditebak, baik al-Asy'ari maupun Ibn Taymiyyah, keduanya menjadi sangat alergi terhadap kekristenan trinitarian -- model ketauhidan yang terasa berjamak. Bahkan Ibn Taymiyyah membuat buku khusu mengkritisi kristologi kristen trinitarian, berjudul "al-Jawāb al-Ṣaḥīḥ li-man baddala dīn al-Masīḥ,"

Buku ini menjadi inspirasi utama para kristolog Islam, seperti Ahmad Deedat, Abdullah Wasi'an, Zakir Naik dan lainnya. 

"Bayangkan, cara baca monoteisme seperti ini akan senantiasa gagal memahami monoteismo model trinitarian, seperti yang kalian imani," kataku pada para katekisan.

Fanatisme atas ketauhidan tertentu --termasuk memfanatikkan pandangan 2 dewa di atas-- sebenarnya dikritik habis Ibn Arabi --filosof sekaligus ulama besar Islam. Siapapun yang memutlakkan/memfanatikkan model tertentu dalam memahami Tuhan dianggap tengah menyembah berhala.

إِنَّ اللَّهَ يَتَجَلَّى فِي كُلِّ صُورَةٍ،فَمَنْ قَصَرَهُ عَلَى صُورَةٍ فَقَدْ عَبَدَ صَنَمًا.
"Sesungguhnya Allah menampakkan diri-Nya dalam setiap bentuk. Maka siapa pun yang membatasi-Nya hanya pada satu bentuk, sesungguhnya ia telah menyembah berhala."

Arabi dengan demikian, secara gamblang menolak klaim kebenaran universal atas pandangan tertentu terkait Tuhan. Baginya, Allah dimungkinkan bisa dipahami dengan berbagai cara dan, itu sebabnya, tidak boleh ada yang memutlakkan pandangannya. 

Ibn Arabi sangat mungkin bisa mengendus pemutlakan atas pandangan monoteisme tertentu akan berpotensi mendiskriminasi pandangan lainnya dan, celakanya, akan meredusir kebesaran Tuhan itu sendiri.

Ibn Arabi tidak hanya berhenti sampai di sini. Filosof yang meninggal pada 1240 M di Damaskus Syiria ini, secara berani dan progresif, menyatakan Tuhan tidak terhalang dari mereka yang memandangNya dalam bentuk jamak. Cara pandang ini tak pelak memberikan ruang akomodatif bagi monoteisme berbasis kejamakan, seperti trinitarian dan politeisme. 

"Aku menyebut tauhid Ibn Arabi sebagai tauhid model bhinneka tunggal ika --beragam dan memiliki eksistensinya masing-masing namun sekaligus satu," ujarku pada mereka. 

Salah satu ucapan Ibn Arabi yang cukup tersohor terkait ini, dalam Fusus al-Hikam, adalah demikian;

فَلَا يَحْجُبُ الْحَقُّ تَعَالَى عَنْ النَّاظِرِ صُوَرُ التَّعَدُّدِ،فَإِنَّ الْوَاحِدَ هُوَ الْمُتَعَدِّدُ، كَمَا أَنَّ الْمُتَعَدِّدَ هُوَ الْوَاحِدُ، وَهُوَ عَيْنُ الْجَمْعِ.

"Tuhan tidak terhalang dari orang yang memandang-Nya melalui bentuk-bentuk jamak. Sebab Yang Esa adalah juga Yang Beragam, sebagaimana yang beragam adalah Yang Esa. Dan inilah hakikat al-jamʿ (penyatuan dalam keragaman),"

Pikiran progresif Arabi yang berangkat dari perenungan falsafi ini tak pelak mendapat tentangan dari banyak ulama Islam, tak terkecuali Ibnu Taymiyyah, yang lahir sekitar 23 tahun setelah Ibn Arabi meninggal dunia. 

Taymiyyah memang dikenal sangat kritis terhadap filsafat dan teologi kalam yang menyimpang dari pemikiran salaf (Ortodoksi), termasuk model tauhid tawaran Arabi. 

Di kalangan Islam Indonesia, jejak-jejak Taymiyyah banyak terdeteksi dalam diri Muhammadiyyah. Sama seperti halnya Al-Asyari, yang merupakan madzhab teologi resmi bagi Nahdlatul Ulama. 

Pemikiran Ibn Arabi konon cukup populer di kalangan para sufi dan penganut tasawuf (mistisisme), seperti sosok Hasan Fansuri.

Para katekisan mungkin tidak terlalu butuh pemahaman agak detil terkait al-Asy'ari, Taymiyyah dan Ibn Arabi. Namun agar mampu lebih memahami kenapa banyak orang Islam gagal memahami monoteisme-trinitarian, mereka perlu tahu apa yang ada dalam pikiran masyarakat Islam Indonesia dan dari mana hal itu bermula. 

Dari sini, dengan semangat mengembangkan toleransi, siapapun akan dapat dengan mudah menganalisis apa yang diperlukan masyarakat. 
  
"Aku percaya, jika pemikiran tauhid bhinneka tunggal ika a la Ibn Arabi diajarkan di pesantren sejak awal maupun sistem pendidikan dasar dan menengah, selain tentu saja tauhid a la al-Asyari dan Taymiyyah, maka toleransi terhadap kelompok non-Islam akan semakin membaik," ujarku.

Hanya saja, mungkinkah para ulama dan pengambil kebijakan di pemerintah berani bertindak fair dengan cara mengintegrasikan model tauhid Ibn Arabi? Kalau mereka konsisten dengan kredo Bhinneka Tunggal Ika, harusnya hal itu tidaklah sulit. 

Bagiku, acara katekisasi terbuka dan komplit ini --karena dihadiri berbagai kalangan lintas agama-- merupakan salah saru terobosan strategi memperkuat pengetahuan secara terbuka, jujur, empatif dan akomodatif. 

Salutku untuk GKI Manyar. Semoga para katekisan lulus semuanya, menjadi Kristen versi Indonesia.(*)

Featured Post

Katekisasi Komplit dan Tauhid Bhinneka Tunggal Ika

Katekisasi di GKI Manyar, Jumat (11/7/2025), bisa dikatakan komplit. Selain peserta internal GKI setempat, Yang datang ada dari Islam, Krist...